11 of 12

11 of 12

11 of 12 | by Apreelkwon
BaekHyun – IU | Romance, Fluff | G | One Shoot

Summary : Mungkin angka ke-11 ini akan menjadi hal bersejarah bagi mereka.


“Aku tahu, aku ini orang paling kreatif. Tapi tetap saja memikirkan kado spesial untukmu adalah hal tersulit. Untunglah, otakku masih bisa menelurkan ide brilian ini, terimalah 12 tiket spesial dari Lee Jieun, apapun permintaanmu berikan tiket ini maka Nona Lee akan mengabulkannya!”

Kalimat yang Jieun ucapkan di ulang tahunnya tahun lalu kembali terngiang di telinga Baekhyun, ketika dua lembar kertas berwarna ungu berhasil dia temukan. Dua bulan sudah Baekhyun memikirkan cara paling manusiawi untuk mengembalikan hubungannya dengan Jieun, sampai kemudian dia teringat dengan 12 potongan kertas berwarna ungu yang Jieun sebut dengan tiket pengabulan. Apapun akan aku kabulkan, Baekhyun tersenyum merasa yakin dia telah menemukan jalan yang tepat.

Tidak bohong memang. Jieun selalu mengabulkan apapun yang Baekhyun minta hanya dengan menyobek salah satu lembaran kertas itu. Dari mulai memaksa Jieun bangun jam 4 pagi kemudian mereka melihat mata hari terbit bersama, atau menghabiskan malam minggu dengan membuat kemah kecil – kecilan, membantu Baekhyun membuatkan kue ulang tahun untuk Ibunya, sampai yang paling intim ketika Baekhyun memintanya satu ciuman manis sebagai hadiah kelulusannya.

Semua Jieun kabulkan.

“Tiket ke-11 ini akan mengubah segalanya, aku yakin!” ucap Baekhyun.

Berbekal satu tiket dalam dompetnya, Baekhyun beranjak dari kamarnya setelah meraih jaket hitam yang tergantung di balik pintu kamarnya. Dia akan melakukan taruhan selesai atau berlanjut hari ini. Melupakan mobil sedan keluaran lama dari hasil bekerja, Baekhyun memilih menggunakan bis kali ini. Seperti ketika dia dan Jieun masih bersama, bis memberikan kontribusi besar dibandingkan kendaraan lainnya. Fikirnya, mungkin hal inipun bisa memberikan hal spesial nantinya.

Bis dengan nomor polisi B-990 berwarna hijau, barisan kursi paling belakang, Baekhyun sudah duduk disana. Matanya mulai bermain mengitari bis, seakan disana tersimpan serpihan – serpihan memori antara dia dan jieun, yang memang tentu saja banyak bertebaran. Dari mulai kursi bis yang selalu mereka duduki, berbagi headset untuk mendengarkan lagu, saling berpegangan tangan saat harus terpaksa berdiri karena bis penuh, Baekhyun tanpa sadar tersenyum bahagia ketika satu persatu kenangan dari sudut ingatannya berdatangan.

“Ajaib sekali, ini baru di bis. Bagaimana nanti,”

Di halte sebelah supermarket bis berhenti, dengan cekatan Baekhyun segera berlari turun dari bis. Tinggal berjalan lurus dan berbelok kiri sedikit maka disana rumah Jieun. Rumah kecil yang sangat Jieun cintai, tempat dia tinggal mandiri sejak masuk kuliah. Kedua orang tua Jieun yang memiliki kelompok orkestra, membuat mereka terus berkeliling dunia untuk pertunjukan. Jika sekalinya kembali ke korea, rumah di Busan adalah tempat mereka berkumpul dan Jieun tidak mungkin tinggal di Busan ketika harus kuliah di Seoul. Jieun memiliki satu kakak laki – laki yang selalu menjaganya, tapi sejak Jieun kuliah kakaknya memutuskan untuk tinggal di Jepang merintis karir, Maka tinggalah Jieun sendiri.

Lihat, betapa Baekhyun banyak mengetahui seluk beluk dari mantan terindahnya ini.

Dan sekarang Baekhyun berdiri disana, di depan rumah Jieun. Dulu ketika Baekhyun menekan bel interkom, tidak butuh waktu barang 1 menit, Jieun sudah membukanya lengkap dengan satu senyuman dan sapaan “Selamat datang….”

Itu dulu, bagaimana sekarang?

Sebelum telunjuknya menekan tombol itu, tangan Baekhyun sibuk mengeluarkan lembar tiket ke-11 dari dalam dompetnya. Dengan yakin, Baekhyun menempelkan tiket itu tepat pada kamera. Jieun bisa saja menolak Baekhyun, tapi tidak dengan benda ini. Maka dengan percaya diri, telunjuk kanannya menekan bel.

“Ya siapa?” tanya Jieun dalam.

“Tiket ke-11 dari 12,” jawab Baekhyun masih sambil menutup kamera dengan lembaran kertas ungu.

Suara –tut terdengar ketika Baekhyun selesai dengan kalimatnya, Jieun sudah menutup interkom. Sekarang tinggal berdoa, semoga dia sudi untuk membuka pintu. Karena Baekhyun yakin, Jieun mengerti dengan kalimatnya barusan.

Dan benar saja. Tidak lama berselang, jieun membuka pintu membuat Baekhyun bisa melihat wajahnya dengan sangat nyata, sangat jelas dan sangat dekat setelah sekian lama. Perasaan yang sudah basi itu perlahan kembali di perbaharui dan otaknya memproduksi satu kejutan, Ternyata aku sangat merindukanmu, namun berhasil dia tahan sehingga tidak dengan frontal diucapkan.

Freeze, Otaknya terus menerus menelurkan kalimat kerinduan dan hatinya kebas akan haus kasih sayang, Membuat Baekhyun melupakan apa yang akan dia lakukan.

“Apa kabar?”

“Baik,” jawab Jieun singkat.

Baekhyun menggigit bibir bawahnya, perempuan di depanya ini berhasil membekukannya hanya dengan satu penampakan.

“Baguslah. Jadi… seminggu ini aku sedang berbenah, bongkar lemari, kardus – kardus-” Shit! Apa yang akan kau katakan Baekhyun. “-Semua barang – barang berharga yang aku simpan. Untuk aku bawa kesuatu tempat, kemudian aku menemukan ini….” Tiket yang sedari tadi Baekhyun genggam dia tunjukan pada Jieun. Baekhyun memperhatikan dengan seksama ekspresi Jieun, dan hatinya menghembuskan nafas lega ketika Jieun sedikit terperanjat, kenyataan perempuan itu masih mengingat makna dari sebentuk kertas ini.

“Kau mungkin menolak kehadiranku, aku bahkan yakin kau sudah menghapus semua tentangku, tapi pemberianmu ini masih berlaku bukan? Aku masih menyimpan ini, dan entah kenapa aku sangat yakin kau masih menghargai arti dari selembar kertas ungu ini,”

“Kenapa kau begitu yakin?”

“Karena 10 temannya dari 12 tiket ini sudah kembali padamu yang artinya, sebelumnya kau sudah pernah mengabulkan 10 permintaanku,”

“Sekarang tidak bisa, kau dan aku bahkan sudah berakhir. Bagaimana bisa dengan santainya sekarang kau menagih pengabulan dari tiket ini?”

BAM! Baekhyun sudah bisa menebak, Jieun akan sangat tidak suka dengan kehadirannya. Lihatlah, Jieun bahkan tidak basa – basi mengajaknya masuk.

“Karena… tiket ini tidak ada expired date nya, kau tidak menulis masa berlaku. Kau juga tidak menulis ketentuan jika suatu saat kita berpisah maka tiket – tiket ini hangus, jadi aku rasa ini masih berlaku,”

“Konyol,” desis Jieun pelan sambil tertawa kecut.

“Jadi bagaimana?”

“Aku tidak bisa!”

“Sungguh? Bukankah seorang Lee Jieun tidak pernah mengingkari janjinya?”

“Janji, kertas itu dan hubungan kita sudah berada dalam kondisi yang berbeda, mereka tidak bisa dihubungkan lagi!”

“Kau pernah bilang padaku, janji tetaplah janji!” Baekhyun tidak mau kalah, dia berencana akan membuat hari ini berhasil apapun jalan yang harus dia tempuh termasuk menyinggung masa lalu.

Jieun terlihat mengerutkan kedua alisnya, jelas dia mulai tidak senang dengan betapa ngototnya Baekhyun sekarang. “Baiklah aku sederhanakan, aku tidak bisa melakukannya karena kau,” Jieun memberikan penekanan pada kata Kau sambil menunjuk Baekhyun, “Dan aku sudah tidak ada hubungan apa – apa lagi,”

Baekhyun memutar otaknya. Dia tahu, gadis didepannya ini bukan lagi gadis polos dan naif, dia pintar, cerdas dan tentunya berpengalaman. “Aku tidak tahu,” Baekhyun mengucapkannya dengan pelan.

Jieun terdengar menghembuskan nafas panjang. “Baiklah, aku rasa perbincangan ini selesai,”

“Maksudku, aku tidak tahu kalau kertas ini dan berakhirnya hubungan kita saling berhubungan. Jadi apa kau memberiku hadiah kertas – kertas ini hanya karena kita sepasang kekasih dulu? Jadi meski kita hanya teman kau tidak memberikan ini? Kedatanganku hari ini sungguh murni bukan untuk meminta cintamu, tidak. Aku datang karena kertas ini, yang sebenarnya masih ada satu lagi di rumahku. Bukankah waktu itu kau bilang bersungguh – sungguh dan sangat menguras otak untuk membuat hadiah ini? Itu membuatku sangat menghargai ini aku tidak bisa hanya membuangnya, jadi aku ingin menggunakannya. Hari ini,”

Kedua tangan Jieun baru saja akan bergerak menutup pagar rumahnya, ketika pergerakan terhenti oleh seberondol kalimat yang Baekhyun ucapkan. Kalimat yang menurut Jieun sangat sensitif untuk ukuran laki – laki.

“Baek! Kau masih-”

“Aku memintanya sebagai teman,” potong Baekhyun sambil tersenyum kearah Jieun. “Bagaimana? Kita tidak bisa berteman? Baiklah sebagai kenalan baru?” lanjut Baekhyun kali ini dia mengulurkan tangannya kearah Jieun. “Tidak juga? Sebagai orang asing?” Baekhyun menurunkan tangannya dan menghapus senyumnya.

“Dengarkan aku Baek-”

“Baiklah, penawaran terakhir sebagai musuh, sebelum aku mengatakan hubungan pembantu dan majikan atau bahkan lebih buruk lagi? Kau masih tidak mau?”

Jieun menghembuskan nafas gusar, bahkan sekarang kedua tangannya sudah menangkup wajahnya frustasi. Baekhyun sadar betul, hal konyol bahkan terbilang menjengkelkan yang sedang dia lakukan sekarang sudah menghancurkan baris pertahanan Jieun. Selangkah lagi dia akan menang.

“Katakan apa yang kau inginkan!” Jieun menjawab pelan.

Kembang api resmi meletup – letup disalah satu sudut hati Baekhyun. Tanpa sadar nafas lega dia hembuskan dengan volume terlalu frontal, yang sontak dia sembunyikan dengan senyuman mautnya.

“Sederhana, temani aku hari ini!”

.

.

Jieun baru saja selesai mandi dan sarapan, rencananya hari itu dia akan berkeliling kota untuk memanjakan hasrat kewanitaannya. Kemudian bel rumahnya berbunyi, ketika dia melihat kearah monitor sesuatu menghalanginya. Tentu saja Jieun bertanya dulu siapa diluar sana, mendengar jawaban,

“Tiket ke-11 dari 12,”

Jieun sadar siapa diluar sana. Sebenarnya bukan pada konteks apa itu tiket ke 11 dan 12 tapi lebih pada suara yang mengucapkan kalimat itu. Kedua telinga Jieun terlalu cerdas karena masih mematri dengan jelas suara orang yang dulu pernah memenuhi harinya.

“Byun Baekhyun?” ucap Jieun, tentu saja setelah dia menutup interkom.

Dengan segera Jieun beranjak menuju pagar depan rumahnya. Melangkah dengan umpatan, kenapa lelaki itu harus datang, kenapa Jieun harus membuka pintu, kenapa sekarang dia terus melangkah dan tepat ketika Jieun membuka pintu pagarnya, hati kecilnya berteriak, Kenapa kau baru muncul sekarang? Semua kata Kenapa Jieun terjawab oleh satu senyuman Baekhyun dan pertanyaan,

“Apa kabar?”

Jadi sekarang ijinkan sepotong hati Jieun untuk jujur akan perasaannya, jujur betapa dia merindukan sosok ini dan kehadirannya sekarang sungguh melegakan. Lega, karena dia masih baik – baik saja, dan masih sama seperti dulu.

Jieun tidak tahu, angin apa atau badai apa yang membawa mahluk ini terdampar tepat didepan pagar rumahnya. Kemudian Baekhyun mengacungkan kertas berwarna ungu dengan tulisan sebelas besar – besar disana. Oh, Jieun ingat sekarang. Dan betapa hatinya tersenyum, dengan kenyataan Baekhyun masih menyimpan barang itu.

Jieun tidak pernah tahu jika Baekhyun masih menyimpan semua hal tentang hubungan mereka, meski sebenarnya tiket – tiket itu belum tentu membuktikan Baekhyun masih menyimpan segalanya. Tapi, tetap saja Jieun merasa sedikit tersentuh. Awalnya Jieun merasa kasihan pada dirinya sendiri. Sejak perpisahannya dengan Baekhyun, nampaknya hanya dia yang masih belum melupakan segalanya. Seperti usul sahabatnya –Kyungsoo yang juga sahabat Baekhyun, Jieun mencoba menghapus semua tentang Baekhyun. Nomor ponsel dia hapus, history pesan dia hapus, semua jejaring sosial Baekhyun dia unfollow, semua foto di memori ponsel dia hilangkan, semua barang pemberiannya dia karduskan, semua lenyap dari pandangannya. Itu mungkin yang terjadi.

Tapi yang sesungguhnya terjadi….

Meski Jieun un-follow semua akun jejaring sosial Baekhyun dia tetap saja stalk setiap status Baekhyun diam – diam, meski semua foto enyah dari memori ponselnya tapi sebuah album ukuran 30 x 30 sudah mencetak sempurna setiap momen, dan meski semua barang kenangan sudah Jieun karduskan, apalah artinya jika kardus itu dia simpan tepat di bawah tempat tidurnya? Tidak ada gunanya sama sekali. Sesekali Jieun bahkan bertanya pada kenalannya yang tidak sengaja juga mengenal Baekhyun, tentang kondisi pria itu. Hasilnya? Jieun tahu dimana Baekhyun bekerja sekarang, apa yang lelaki itu lakukan, dan yang pasti dia juga belum menjalin hubungan baru. Yang disayangkan adalah, Jieun sungguh menghapus nomor ponsel Baekhyun dia tidak mungkin bertanya pada teman – teman Baekhyun, itu tidak mungkin.

Sungguh, proses penjauhan yang sia – sia.

Dan sekarang? Pria ini dengan senyum dan ocehan menjengkelkannya berdiri tepat didepan matanya mengajak dia pergi? Jieun bisa apa? Semakin gagal semua usaha menghapus Baekhyun, terlebih ketika mereka sampai di tempat tujuan. Everland, tempat date pertama kali mereka dulu.

Jieun bisa apa sekarang?

.

.

Sebisa mungkin kedua mata Baekhyun mengabadikan semua ekspresi Jieun. Chanyeol bilang –sahabatnya, perubahan perasaan perempuan itu paling mudah untuk di deteksi. Lihat mata, pergerakan jari – jari tangan, itu yang paling mudah. Dan yang pertama kali Baekhyun tangkap adalah, ketika mereka menaiki bis. Kedua mata Jieun berkedip lebih intens, dia bahkan memilih duduk lebih dulu di bangku paling depan, jelas Jieun mengingat kenangan mereka dulu dan dia sedikit kikuk.

Baekhyun merasa lega.

Moment kedua adalah, ketika mereka turun dari bis setelah berjalan kaki sebentar plang raksasa menyambut mereka, Welcome to Everland. Kali ini, kedua tangan Jieun terus saja memainkan ujung sweaternya. Kalau tidak salah, Baekhyun bahkan menangkap semburat merah di kedua pipinya.

“Aku mendapatkan dua tiket promo, sudah lama tidak bermain disini,” ucap Baekhyun berusaha menciptakan perbincangan dan suasana menyenangkan.

Jieun terlihat mengangguk pelan, tapi bersikeras menolak kontak mata dengannya. “Baguslah… kalau.. kalau itu promo, kau tidak terlalu kebobolan,”

Demi Neptunus, kapan Everland mengerluarkan Promo seperti ini, ucap Baekhyun dalam hati. “Kau tidak keberatankan menemaniku bermain disini?”

“Tidak, aku tidak masalah,”

“Baiklah, awalnya aku takut kau marah. Soalnya, ini tempat date pertama kita dulu, aku takut kau kira aku sedang mencoba-” dan Jieun sudah melangkah menuju stand aneka bando lucu ketika Baekhyun bahkan belum selesai dengan kalimatnya.

“Beli didalam saja,” ucap Baekhyun ketika dia sudah berada bersama Jieun lagi dan ikut memilih – milih bando itu.

“Di dalam mahal, mereka sudah kena pajak. Lebih baik beli disini,”

“Nona benar, didalam harganya bisa 2x lipat. Ah, dan jika Nona membeli sepasang bando, saya beri diskon 30% ayo…!” sambung sang pembeli merespon percakapan singkat Jieun dan Baekhyun.

“Lihat, paman ini bahkan memberi diskon dari setengah harga didalam sana,” Jieun mengucapkan kalimatnya dengan tidak melepaskan mata dari jajaran bando itu. Kedua tangannya terus mencari, kemudian berhenti. Baekhyun rasa Jieun sudah menemukan pilihannya. “Ini,” Jieun mengacungkan dua bando telinga kucing warna hitam dengan bagian dalamnya warna putih.

Baekhyun menerima bando itu dari Jieun, “Woah, ini pas dengan baju kita,” ucap Baekhyun.

Benar memang, Baekhyun dengan kaus putih dan jaket hitam sedangkan Jieun sweater dengan pola hitam putih, pas dengan bando yang Jieun pilihkan.

Baekhyun baru saja akan memasang bandonya, ketika dengan gerakan cepat tangan Jieun mengambilnya kembali. “Tidak, tidak! Kita tidak usah beli ini,” ucapnya sambil meletakan kembali pada jajaran, meminta maaf pada si pedagang kemudian berlalu pergi.

Baekhyun hanya bisa tersenyum, jelas sekali Jieun sedang merasa salah tingkah sekarang. Seharusnya dia tadi tidak usah mengungkit masalah baju juga. “Saya jadi ambil keduanya paman, jadi berapa?”

Berbekal sepasang bando telinga kucing, Baekhyun menyusul Jieun yang berdiri dekat antrian masuk, tentu saja menunggu tiket di tangan Baekhyun.

“Paman itu memberikan diskon 40% karena katanya kita sangat lucu, pakai ini,” tanpa menunggu protes, Baekhyun memberikan bando itu pada Jieun.

“Kenapa kau membelinya, tadi-”

“Tidak apa, aku yang traktir, lagi pula kita cocok jadi sepasang kucing, Meoow..” Baekhyun menirukan suara kucing tepat ketika bando itu terpasang dikepalanya, sungguh lelucon yang tidak pas. Jieun terlihat tidak menghiraukan, dia sibuk memasangkan bando itu di kepalanya.

“Baiklah, ayo kita antri,” sekali lagi Baekhyun lepas kontrol, ketika refleks tangannya meraih tangan Jieun. “Ow, Maaf aku tidak sengaja. Aku lupa status kita sekarang adalah musuh,”

Jieun mengubah posisinya menghadap Baekhyun, “Mana ada musuh yang pergi ketaman bermain dan berbagi bando kucing seperti ini,” jawabnya sambil berjalan menuju antrian.

.

.

Baekhyun akui dia tidak memiliki ingatan yang sangat bagus, jadi dia tidak terlalu ingat urutan wahana mana saja yang mereka naiki saat pertama kali datang ketempat ini bersama Jieun. Yang jelas, bianglala adalah yang pertama tapi entahlah seterusnya. Mereka sempat memasuki rumah hantu, rumah boneka, beberapa wahana ekstrim dan Baekhyun tidak ingat lagi. Biarkanlah hari ini berlalu apa adanya.

“Boleh aku meminta sesuatu?” tanya Baekhyun ketika mereka sudah berada didalam kawasan dan mata Jieun sedang mencari wahana yang menurutnya menarik.

“Katakan saja, hari ini milikmu,” jujur mendengar kalimat ini Baekhyun rasanya ingin menceburkan diri kedalam kolam wahana yang tidak jauh darinya sekarang. “Apa?”

“Pertama kita naik itu…” jawab Baekhyun sambil menunjuk bianglala yang tinggi menjulang tidak jauh dari tempat mereka.

Baekhyun tidak berani melihat ekspresi apa yang sedang Jieun keluarkan sekarang, yang jelas dia mendengar Jieun menghembuskan nafas panjang, bergumam pelan sebelum kemudian melangkah mendahului Baekhyun menuju antrian bianglala. Melihat ini, sekali lagi sudut hati Baekhyun meletup dan rasa – rasanya dia ingin berteriak.

“Kau sungguh tidak keberatan?” tanya Baekhyun.

“Sedikit, tapi aku juga suka dengan wahana ini,”

“Apa yang membuatmu sedikit keberatan?”

Jieun menghentikan langkahnya menghadap Baekhyun, “Kau tidak sedang berusaha mengulang saat kita pertama kali kencan bukan?”

SKAK! Mereka sedang berhadapan satu sama lain, kedua mata Baekhyun terpaku pada mata Jieun jadi sungguh sulit untuk berkelit karena kenyataannya seperti itu. Maka dengan sangat cepat Baekhyun mendorong Jieun maju sambil tertawa canggung.

“Hahahaha… kau sendiri tahu aku memiliki ingatan yang buruk, bagaiamana aku ingat waktu pertama kali kita berkencan,” jawab Baekhyun dengan tambahan bisikan, “Meski aku sangat ingin mengulang semuanya,”

“Aku menghargai alasanmu mengajaku kesini Baek,”

“Apa? Sebagai musuh?”

Jieun memutarkan bola matanya.

“Ya, maksudku musuh yang sedang bertaruh, atau berniat jahat dengan saling mendorong nanti di atas bianglala, atau kau sungguh tidak curiga bisa saja aku menaruh mesin bor kecil di bandomu itu untuk menghancurkan otakmu,”

Lelucon yang sungguh tidak lucu, tapi Jieun tersenyum ketika mendengar Baekhyun mulai berbicara tidak jelas. Dia bahkan memukul pundak Baekhyun pelan, semua itu membuat Baekhyun mati lemas.

“Neptunus, ini baru dimulai, jangan buat hidupku berakhir sekarang,”

Di atas bianglala, suasana belum sepenuhnya mencair. Jieun masih terlihat sibuk sendiri memotret sana – sini dengan ponselnya. Baekhyun berharap disela – sela itu, Jieun meminta mereka untuk selca bersama, tapi tawaran itu tidak pernah meluncur bahkan sampai satu putaran bianglala selesai.

Otak Baekhyun kembali berputar ketika mereka keluar dari wahana bianglala. Kemana selanjutnya? Apa yang akan mereka lakukan? Dari jarak terdekat ada wahana pontang – panting, merry-go-round, cangkir teh, atau….. kedai permen kapas saja?

“Kemana selanjutnya?” tanya Baekhyun.

Jieun menaikan bahunya, “Terserah, asal jangan wahana – wahana ekstrim,” jawab Jieun.

“Kenapa? Seingatku, seorang Lee Jieun bukan perempuan penakut, dulu kita bahkan berhasil mengalahkan giant swing itu, belum lagi rumah hantu paling panjang,”

“Tidak dengan rumah hantu karena itu….. dan untuk wahana ekstrim, apa kau tidak lihat apa yang aku pakai sekarang?”

Baekhyun mengalihkan perhatiannya pada apa yang Jieun gunakan sekarang. Oh, benar rok bukan sesuatu yang bagus untuk bereksplorasi dengan alat jungkat – jungkit. Tentu saja tidak.

“Oke, call! Tidak dengan wahana ekstrim, jadi sekarang bagaimana jika kita pergi ke kedai permen kapas itu?” Baekhyun menunjuk satu pojok stand yang menjual permen kapas.

Jieun tersenyum, “Permen kapas? Kau masih saja belum berubah,” tapi setelah sadar apa yang diucapkannya salah, dengan segera Jieun memacu langkahnya mendahului Baekhyun. “Ayo cepat, antriannya sudah panjang,” teriaknya dari jauh.

“Ah, kau sangat menggemaskan Ji,” ucap Baekhyun pelan sebelum kemudian menyusul.

.

.

Meski aura canggung masih bergelantungan bersama mereka, tapi tanpa disadari baik Baekhyun ataupun Jieun menikmatinya. Baekhyun mungkin akan terus memacu langkah mencari tempat yang harus mereka coba andai saja kedua perutnya tidak berontak untuk diisi. Ini sungguh buruk, bagaimana bisa Baekhyun melupakan tentang makan siang? Dia bahkan sedang bersama perempuan sekarang?

Oh sudahlah, Jieun bahkan sudah tahu tentang kebiasaan ini.

“Aku melupakan satu hal,” ucap Baekhyun kemudian disela langkah mereka.

Jieun mengalihkan perhatiannya pada Baekhyun kemudian tersenyum, “Apa naga didalam perutmu mulai berulah?”

“Oh, maafkan aku. Seharusnya aku ingat bahwa kita harus makan siang, kau tahu itu Ji aku selalu lupa tentang makan jika tidak kau ingatkan,”

Jieun tidak menjawab dia hanya mengangguk.

Melangkah kesalah satu sudut, Baekhyun memesan dua paket makanan untuk dia dan Jieun. Apapun itu yang Baekhyun pesan Jieun tidak pernah protes, jadi Baekhyun tidak terlalu sulit ketika harus memesan.

“Sekarang hampir jam 3, jadi kita akan disini sampai jam berapa?” tanya Jieun disela makan siang atau makan sore mereka.

Baekhyun tidak langsung menjawab, dia terlihat berfikir. Tentu, Baekhyun memikirkan cara bagaimana membuat Jieun bisa lebih lama bersamanya. “Ehm, bagaimana jika kita tunggu sampai kembang api?”

“Kembang api di mulai jam 9, apa yang akan kita lakukan,” Jieun menjawab dengan nada ragu.

“Apapun itu,”

“Itu bukan jawaban yang bagus, tidak ada kepastian dalam kalimatmu,”

Baekhyun kikuk mendengar jawaban Jieun, membuatnya dengan cepat membuat klarifikasi, “Ehm… maksudku, kita bisa mencoba beberapa wahana, atau melihat parade atau sekedar duduk ditaman bunga-”

“Tidak dengan taman bunga, aku takut di sengat lebah,”

Jieun menyela kalimat Baekhyun dengan nada manja, bibir mengerucut sambil memainkan makanan yang baru setengah dia habiskan dengan garpunya. Sontak pemadangan ini membuat Baekhyun lemas, bayangan ketika mereka bersama dulu kembali bergentayangan.

“Tentu saja kau akan disengat lebah, bunga bahkan kalah manis,” bisik Baekhyun disela memotong makanannnya. “Baiklah, tidak dengan taman bunga. Bagaimana dengan Zoo-Topia?

Menggerakan bahunya adalah jawaban Jieun.

“Oh, ayolah kau terlihat terpaksa dengan ekspresi itu,”

Jieun tertawa pelan, “Apa kau tidak sadar aku ada disini saja, itu adalah buah paksaan,”

“Tidak, aku tidak memaksa,”

“Lalu apa namanya?”

“Aku hanya meminta permintaan dari tiket pengabulan yang masih aku miliki,”

“Oh, jadi ini seperti aku adalah ibu peri,”

“Lebih dari itu,” bisik Baekhyun pelan. “Itu lebih bagus, kau ibu peri dan aku adalah Cinderela. Terdengar lebih masuk akal dari pada hubungan sepasang musuh,”

“Kau bukan Cinderela,”

“Tapi…?”

“BAEKderela,”

Baekhyun melihatnya, Jieun mengucapkan kata itu dengan kedua mata berbinar dan senyum terukir manis. Resmi sudah Baekhyun mati dalam bayang – bayang seorang Lee Jieun.

.

.

Setelah kata BAEKderela meluncur dari bibir Jieun bukan hal yang sulit bagi Baekhyun untuk mencarikan suasana. 6 jam selanjutnya berjalan seperti ketika mereka melakukan date normal. Candaan, bahan obrolan, mengalir bagaikan uang recehan dari Baekhyun yang tentu saja semua ini juga mempermudah Jieun.

Dan pertolongan ibu peri pun berakhir ketika tepat jam 10 kembang api selesai, juga Everland yang resmi di tutup bagi umum. Karena sudah terlalu malam dan tidak ada bis yang beroprasi, mereka berdua pulang menggunakan taksi, untuk pertama kalinya.

“Cinderela mendapatkan kebahagiannya sampai jam 12 malam, mengapa Baekderela hanya sampai jam 10?” tanya Baekhyun ketika mereka sudah berdiri didepan rumah Jieun.

“Karena Baekderela laki – laki dan Ibu peri ini tidak memiliki sayap yang bisa memudahkannya pergi kemana saja dengan praktis. Jika aku pulang jam 12 malam, akan sulit mencari kendaraan terlebih malam bukan tempat yang bagus untuk perempuan,”

“Oh aku mengerti,”

“Untuk pertama kalinya hari ini kau mengerti dengan apa yang ku maksudkan,”

“Mungkin efek dari terkabulnya tiket ke-11 ini,” jawab Baekhyun sambil mengacungkan kertas berwarna ungu di tangannya. “Ini, aku kembalikan padamu,” kemudian dijejalkannya kertas itu ke telapak tangan Jieun. “Terimakasih sudah mengabulkan hal konyol ini, aku tahu ini sebuah pemaksaan, tidak masuk akal, gila dan pasti….. sangat menjengkelkan, tapi aku menghargai kebaikan hatimu dengan memberiku kesempatan,”

“Kesempatan?” tanya Jieun.

“Ya… maksudku, kesempatan menggunakan tiket itu, hahahha…. Intinya, aku sangat berterimakasih,”

Terdengar hembusan nafas panjang dari Jieun, kemudian dia menggeleng pelan. “Tidak, aku juga berterimakasih dan aku simpan tiket ini,” lanjutnya sambil memasukan kertas itu ke tasnya. “Cepat pulang, sudah malam. Seharusnya kau tadi langsung pulang dengan taksi itu, apa masih ada bis?”

“Kalau bis dari sini ke rumahku, tentu ada. 24 jam,”

“Oke baiklah. Terimakasih untuk hari ini, jadi sekarang aku masuk atau kau duluan yang pulang Baek?”

Baekhyun sebenarnya belum mau beranjak dari sana, tapi pertanyaan Jieun membuatnya terpaksa harus melangkah. “Ah, tidak seharusnya aku yang berterimakasih, dan kau boleh masuk duluan.”

“Kalau begitu, hati – hati di jalan,”

Jieun sudah melangkah mendekati pagar pintu rumahnya, dan jari – jari tangannya juga sudah bergerak membuka pagar itu, kemudian Baekhyun menghentikannya. Last Mission.

“Ehm… Ji, sebentar,”

“Yeps, ada apa?”

Baekhyun mendekat ke arah Jieun, kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, selembar kertas lainnya. “Ini, untuk ucapan terimakasih,” memberikannya langsung pada tangan Jieun, kemudian Baekhyun tersenyum. “Kalau begitu, aku pulang… bye!

Rasanya Baekhyun ingin berlari, tapi dengan segala gemuruh dihatinya dia berjalan pulang dengan langkah tertahan. Antara berat dan ingin segera pulang. Ketika dia sudah lumayan jauh dari rumah Jieun, di keluarkannya ponsel dari saku jaket kemudian satu nama dia panggil.

“Chan, jemput aku di halte bus dekat rumah Jieun,” Baekhyun mendengar histeria dari sebrang sana, Baekhyun hanya bisa tertawa pelan, “Nanti aku ceritakan dirumah, aku tunggu oke!”

.

.

Setelah pintu pagar tertutup, dengan segera Jieun memacu langkah menuju rumah kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas sofa kuning sambil menjerit dibalik bantal kucel kesayangannya. Matilah dia, 10 tahun mengasingkan diripun tidak akan bisa menghapus perasaan yang dia rasakan hari ini. Baekhyun dari dulu memang gila, pelan tapi pasti hari ini lelaki itu berhasil membangun puing – puing cinta mereka didalam hati Jieun.

“Bodoh, bodoh, bodoh! Seharusnya tadi pagi aku tidak membuka pintu pagar. Sekarang apa yang bisa aku lakukan,”

Yang Jieun bisa lakukan? Tentu saja untuk beberapa hari atau minggu atau bahkan bulan kedepan adalah terus terbayang apa yang terjadi hari ini. Baekhyun membawanya kembali ke tempat pertama kali mereka date, membelikannya sepasang bando lucu, naik bianglala, permen kapas dan yang terakhir adalah pertunjukan kembang api. Sial! Jieun akan kembali di hantui hal – hal yang mereka lakukan hari ini.

Jieun bangkit, mengubah posisi dari tertelungkup menjadi duduk diatas sofa itu. Dia meraih tas kecilnya kemudian mengeluarkan tiket ungu yang Baekhyun berikan. Dia tersenyum, kemudian tanpa sadar menjatuhi ciuman bertubi – tubi pada kertas ungu itu, tiket kerinduannya. Jieun berjanji, dari semua tiket yang sudah kembali dia akan menjadikan nomor 11 ini paling istimewa. Kemudian tangan Jieun beralih pada kertas yang Baekhyun berikan terakhir, yang ternyata selembar surat.

Dengan segala rasa penasarannya, Jieun membaca tulisan Baekhyun itu.

Ketika kau membaca surat ini, berarti aku sedang berteriak bahagia karena berhasil membawamu hari ini.

Maka dari itu, sebelum bablingku dimulai, aku ucapkan….

Terimakasih Ji, setidaknya untuk memberiku kesempatan bertemu denganmu lagi hari ini setelah sekian lama, ini mungkin gombal dan menjengkelkan, tapi…

I MISS YOU!

Jieun berhenti membaca, dia bahkan meremas kertas itu dan menjejalkannya kebawah bantal lusuh kesayangannya.

“Tidak! Sekarang waktunya tidur Ji,”

Beranjak dari duduknya, kemudian berlari menuju kamarnya adalah yang Jieun lakukan. Namun, tepat ketika pintu kamar terbuka Jieun kembali berlari ke sofa kuning di ruang tengah, mengeluarkan kertas dari balik bantal dan dengan senyum kembali membaca barisan kalimat bak melahap permen kapas.

Ada banyak alasan kenapa dulu kita bersama, tapi kenapa hanya karena satu alasan tidak pasti kemudian kita berpisah? Aku masih tidak percaya, 1 tahun sudah semuanya berakhir. Apa kau sadar, hampir 1 tahun ini kita tidak pernah bertemu. Tidak ada kontak, tidak ada informasi, meski kalo boleh jujur…. Aku sering bertanya pada Kyungsoo tentangmu dan sedikitnya aku tahu kabarmu,

 

“Aku juga banyak bertanya tentangmu bodoh,” ucap Jieun dengan suara serak.

Aku tidak tahan hanya mendengar dari Kyungsoo, akhirnya aku memutar otak bagaimana caranya agar bisa bertemu denganmu. Setidaknya sebagai teman, Kyungsoo, Chanyeol, Jongdae masih kau anggap teman, jadi apa tidak bisa aku muncul salah satunya?

Kemudian aku menemukan dua lembar tiket kemenangan (read: tiket pengabulanmu), aku sepenuhnya mengerti sudah sangat tidak masuk akal jika aku meminta pengabulan darimu sekarang. Expired bukan? Tapi kau tahu aku ini Baekhyun yang tidak pernah menyerah. Maka dari itu kau menemukanku berdiri didepan pagar rumahmu dengan begitu percaya diri dan menunjukan tiket ini.

Hahahha…. Ini sungguh memalukan,

Tapi coba ingat sekali lagi dulu ketika satu persatu kau mengabulkan permintaanku?

 

Tanpa komando, otak Jieun berputar rewind setiap permintaan yang pernah Baekhyun minta darinya. Melihat matahari terbit, kemah, membuat kue, kemudian……

Sebuah ciuman.

Jieun tertawa geli mengingatnya, sungguh dia sudah gila.

Sekarang tiket ke-11 sudah kembali padamu, jaga dia baik – baik. Dari semua tiket yang sudah kau berikan, ini yang paling berarti bagiku. Kenapa? Karena dia membuatku bisa bertemu denganmu lagi.

Jika ada pertanyaan yang sekarang sedang bermain didalam kepalamu, “Kenapa kau muncul sekarang? Mengapa tiba – tiba datang dengan tiket itu,”

Jawabannya….

Ah, sungguh aku tidak ingin menuliskannya. Jujur saja, mungkin pertemuan hari ini bisa aku anggap sebagai perpisahan…

 

Perpisahan? Jieun, mengerutkan keningnya dia sedikit pening membaca kata itu. Perpisahan macam apa lagi yang pria ini inginkan.

Setelah kita tidak saling bertemu apa kau tahu bagaimana keadaanku? Baiklah aku ceritakan. Dengan senang hati aku beritahu, Byun Baekhyun berhasil diterima di perusahaan impiannya dan sudah 9 bulan resmi menjadi karyawan tetap disana.

Kau masih ingat perusahaan mana yang aku maksud Ji? Dan karena kerja kerasku, perusahaan memberiku satu kepercayaan….

Mereka mengirimku ke Spanyol, di kantor cabang mereka.

Setelah menerima kabar ini, yang pertama kali aku ingat adalah dirimu (tentu saja setelah ibuku, hehehe). Satu tahun tidak bertemu padahal kita di negara yang sama, bagaimana kabarnya dengan aku yang di buang ke benua lain. Maka dari itu aku memutar otak bagaimana caranya bisa bertemu denganmu lagi,

Kemudian hari ini kita bertemu,

Thanks dear,

Meski hanya satu hari, tapi aku yakin kehadiranmu bisa memberikanku semangat berjuang sampai satu dekade. Apalagi, jika mulai hari ini kita bisa mulai saling berhubungan kembali. Aku tidak memaksamu untuk mengulang kisah kita, tidak… hanya saja, bisakah kita kembali sebagai teman.

Jadi, doakan aku sukses dan selamat. Aku juga selalu mendoakanmu, terimakasih untuk hari ini dan sampai bertemu lagi…

 

XOXO

B.

 

P.s : Kupon ke 12 masih ada padaku, apa masih bisa digunakan jika nanti tiba – tiba aku berdiri didepan rumahmu lagi? Hehehe

p.s 2 : Bisakan kita saling berteman, setidaknya?

 

Tulisan itu selesai dengan dua deret ps dari Baekhyun. Jieun bisa saja langsung mengatakan iya untuk kedua ps itu, tapi kenyataan Baekhyun tidak di korea lagi membuat Jieun merasakan kesedihan sekali lagi karena pria itu.

“Apa dia bilang? Bertemu denganku untuk memberinya semangat sebelum menghilang? Lalu dia meninggalkanku begitu saja sekarang”

Jieun kembali meremas kertas itu kali ini lengkap dengan gerakan melempar kemudian mendarat lumayan jauh darinya. Dia bisa apa sekarang, mendapati bayang – bayang orang yang tidak dekat dengannya lagi.

Dengan segera Jieun mencari ponselnya, dia ingin marah, marah pada Baekhyun. Jieun ingin menelfon lelaki itu. Tapi sialnya, Jieun lupa jika semua kontak Baekhyun sudah lenyap dari ponselnya.

“Bahkan untuk marahpun aku tidak bisa!”

Jieun berlari cepat ke kamarnya, meraih jaket kemudian dengan cepat meninggalkan rumahnya. Tidak lupa surat dari Baekhyun yang sudah dia remas dua kali itu, dia jejalkan disaku jaketnya. Jieun butuh bantuan.

.

.

“Kau tahu tentang Baekhyun pergi ke Spanyol?” Jieun sudah duduk di kursi kayu berukir di ruang tamu sahabatnya –Kyungsoo, yang memang rumahnya tidak jauh dari Jieun.

Kyungsoo yang sekarang duduk bersila dengan kedua tangan didada melempar senyum kearah Jieun, kemudian mengangguk. “Minggu lalu Chanyeol mengabariku, Baekhyun tidak pernah secara langsung memberitahu,”

Jieun memutar bola matanya kesal mendengar jawaban Kyungsoo yang rasa – rasanya seperti sebuah penghianatan. “Kenapa kau tidak bilang padaku?”

Why? Kalian berdua sudah putus bukan? Lalu setuju untuk saling menjauh dari kehidupan masing – masing, jadi apa alasanku mengabarimu. Lagi pula, aku fikir kau tidak pernah ingin tahu tentang Baekhyun lagi,”

“Tapi tetap saja,” Jieun frustasi.

“Sudahlah, ujungnya juga kau tahu tentang berita itu. Dari mana? Chanyeol memberitahumu? Atau Jongdae? tidak mungkin Baekhyun sendiri kan? Atau kau stalk akun SNSnya lagi?”

Kyungsoo memang selalu seperti itu, bukan tipikal pendengar yang mengeluarkan kalimat – kalimat menenangkan, tapi menghujani dengan banyak kalimat menyakitkan, mengundang amarah, anehnya semua ini malah membuat Jieun tenang nantinya.

“Baekhyun menemuiku hari ini,”

“WOW!”

“Dia mengajaku keluar, kau tahu kemana? Everland!” ucap Jieun bahkan dia memberikan penekanan pada kata terakhirnya. “Seharian, 1 jam lalu dia baru mengantarku pulang,”

Kyungsoo mengangguk, “Lalu? Dia memberitahu tentang kepergiannya?”

Gelengan adalah jawabannya, “No! tapi surat yang dia tulis yang memberitahu semuanya,” selanjutnya Jieun menyerahkan kertas yang sudah dia remas – remas itu pada Kyungsoo.

Oho, lihatlah apa yang pasangan bodoh ini lakukan,” Kyungsoo mulai membaca surat itu, tidak merasa terganggu barangkali Jieun sakit hati dengan kalimatnya barusan.

“Lihatlah kerjaan sahabatmu itu. Muncul tiba – tiba, mengajaku keluar seakan semuanya normal – normal saja, mengantarku pulang, memberiku surat dengan kalimat – kalimat manis tapi… di akhir tulisannya dia menikam tepat dijantungku.

Hahahha, berarti kau masih ada perasaan pada Baekhyun Ji? Mana usahamu satu tahun menghapus tentang Baekhyun dan bahkan kau menjauhinya?”

“kau jahat sekali mengatakan itu padaku!”

“Kalian yang jahat pada diri sendiri. Memutuskan berpisah hanya karena emosi semata, karena gengsi kalian akhirnya saling menjauh, Baekhyun bodoh kau juga. Sekarang bisa apa lagi,”

SKAK! Mulut Jieun terkunci, tidak ada satu katapun dia ucapkan untuk mengelak dari kalimat Kyungsoo. Karena memang pada dasarnya itu kenyataan yang terjadi.

“Tapi ada baiknya Baekhyun tidak usah menemuiku, dan aku tidak perlu tahu sama sekali dengan kepergiannya. Lihat sekarang? Bukankah dia mulai egois lagi? Dia datang padaku kemudian pergi,” Jieun kembali memuntahkan kekecewaannya.

Kyungsoo mengangguk membenarkan. “Aku setuju dengan Baekhyun melakukan kejahatan hari ini. Tapi apa tidak memberitahumu adalah solusi terbaik? Aku fikir kau akan lebih buruk jika tahu dia tidak di Korea melalui status SNS-nya atau dari orang lain,”

Jieun menerawang, menyelami setiap kondisi yang Kyungsoo kalimatkan. Bagaimana, Jika, seandainya. Dan rasa – rasanya Jieun merasa kondisinya akan lebih baik jika dia tahu Baekhyun tidak disini lagi melalui orang lain dari pada cara seperti ini. Lebih baik berpisah dengan pahit, dari pada awalan yang manis. Toh, ujung – ujungnya sama saja berpisah. Hati Jieun sudah kebas dengan rasa rindu, tapi kehadirannya di depan pagar rumah membuat semua pertahannya runtuh. Dan itu sungguh tidak sopan.

Jieun menghembuskan nafas panjang, menggeleng pelan kemudian menatap Kyungsoo. “Tidak! Aku fikir masih akan lebih baik jika dia tidak memberitahuku sama sekali. Sekarang aku menghargai keputusanmu Kyung, untuk tidak memberitahuku tentang kepergian dia.”

Kyungsoo merasa sahabatnya sedang sangat terpuruk, maka dari itu dia beranjak menuju dapur membuat satu cangkit teh hangat kemudian kembali duduk tepat di samping Jieun. “Sepertinya Baekhyun telah melakukan kesalahan, baiklah sekarang apa yang harus kulakukan untuk membuatmu lebih baik?”

Tidak tahu harus dari mana memulai jawaban untuk pertanyaan Kyungsoo, Jieun hanya menggeleng cepat. Pelan, dia merasakan kedua matanya memanas dan pandangannya mulai kabur. Oh, tidak! Jieun paling tidak suka jika dia harus menangis, terlebih harus karena Baekhyun lagi.

“Oh, tidak aku menangis lagi!” ucap Jieun sambil menghapus air matanya.

It’s okay, Ji. Menangislah,”

Maka setelah kalimat itu meluncur dari Kyungsoo, dengan segera Jieun menutup wajah dengan kedua tangannya kemudian suara tangis mulai terdengar diruangan itu.

“Kau tahu Kyung, aku tidak pernah menyesali keputusan berpisah dari Baekhyun tahun lalu, meski menangis seperti ini tidak pernah terlewatkan,” Jieun kembali memulai ceritanya setelah tangisnya selesai. “Memutuskan untuk meninggalkan semuanya dibelakang, aku mencoba membangun pertahananku. Satu tahun sudah berlalu Kyung, aku sudah tidak merasakan sakit seperti dulu ketika mendengar namanya disebut, tapi kemudian dia datang padaku,”

“Kau menyesal atas kehadirannya?”

Jieun menggeleng. “Tidak, aku tidak pernah menyesali kehadirannya. Dia juga bilang kedatangannya untuk kembali memulai pertemanan, tidak ada yang salah kan? Aku, kau, Chanyeol, Jongdae kita berteman jadi fikirku tidak ada yang salah juga dengan Baekhyun,”

“Lalu?”

Everland, dan semua hal manis yang dia lakukan bukanlah hal wajar untuk memulai pertemanan. Di tambah, surat yang dia tulis. Apa dia bilang? Dia rindu padaku? Saat itu juga pertahananku hancur Kyung, hati kecilku berkata It’s okay Ji, you can open your heart again, bohong jika aku bilang aku tidak mencintai Baekhyun lagi, maka dari itu bisa kau bayangkan betapa surat ini menyakitkan dengan paragraf terakhirnya? Aku pergi… aku bisa apa?”

“Mau aku menghajarnya?” canda Kyungsoo yang sontak membuat Jieun kembali tersenyum.

“Sebenarnya aku ingin marah Kyung,”

“Pada Baekhyun?”

Jieun mengangguk.

“Lakukan saja,”

“Bagaimana? Tidak mungkin datang kerumahnya-”

“Berikan ponselmu, aku tahu kau sudah menghapus semua kontaknya bukan? Mana berikan,”

Jieun tersenyum, dalam hati dia berteriak memang itu maksud tujuannya maka dengan segera dia berikan ponselnya pada Kyungsoo. Terlihat dengan cepat Kyungsoo mengetikan nomor, kemudian dia kembalikan pada Jieun.

“Cepat ungkapkan apa yang kau rasakan!”

Jieun melirik ponselnya dan benar saja, Kyungsoo sudah melakukan panggilan pada Baekhyun. Kalau sudah begini, Jieun tidak bisa mengelak.

“Hallo, Ji! Ada apa?” tanya suara di sebrang sana ketika panggilan sudah terhubung. Salah satu sudut hati Jieun bergetar ketika mendapati kenyataan Baekhyun masih menyimpan nomornya.

Jieun menatap Kyungsoo, dan sepertinya Kyungsoo mengerti apa yang sedang Jieun rasakan maka dari itu dia memberikan satu anggukan.

Ji?

“Ehm…. Baek?”

“Ya..?”

“Kau sudah sampai rumah? Tadi… tadi.. apa lama menunggu bis?”

Mendengar kalimat Jieun, sontak Kyungsoo mengerutkan dahinya kemudian dia tepuk bahu Jieun meminta penjelasan. Sedangkan Jieun hanya bisa menggeleng sambil memejamkan matanya.

“Ah, ya.. aku sudah sampai di rumah, tadi aku meminta Chanyeol menjemput. Takutnya bis lama dan masih ada beberapa barang yang harus aku packing. Ah, kau sudah membaca suratku kan?”

Glek!

Jieun tidak mau membahas tentang surat itu, untuk menjawab pertanyaan Baekhyun Jieun hanya mengangguk yang sebenarnya tidak berguna. “Jadi kapan kau berangkat?”

Ehm… besok, jam 11 dari bandara Incheon, maaf Ji bertemu denganmu untuk mengabari ini. Andai ada alasan lebih baik agar aku bisa bertemu denganmu, sayangnya tidak ada selain ini,

Jieun kehabisan kata – kata, amarahnya pun lenyap entah kemana. “Oh, baiklah kalau begitu. Hati – hati, bye!” dan dengan kilat Jieun mengakhiri percakapan itu.

“Apa itu? Marahmu seperti itu?” tanya Kyungsoo heran.

Jieun tidak langsung menawab, dia malah menjatuhkan tubuhnya di kursi Kyungsoo kemudian menelungkupkan wajahnya. “Entahlah! Entahlah! Ah, kenapa aku tidak bisa marah padanya!”

Kyungsoo menghembuskan nafas gusar melihat kelakuan sahabatnya ini, “Hatimu tidak menginginkan memarahinya! Tapi, apa sungguh hanya itu yang ingin kau katakan? Anggap saja ini kesempatan terakhir,”

Jieun terperanjat mendengar kalimat Kyungsoo. “Apa maksudmu!”

“Sampaikan apa yang ingin disampaikan, itu saja!”

“Baiklah!” Jieun bangkit kembali, diraihnya ponsel kemudian kembali memanggil nama Baekhyun.

Ya, Ji?

Jieun menarik nafas panjang, Baekhyun cepat sekali menjawab telfonnya. “Dengar, jangan menyela kalimatku dan dengarkan sampai selesai.”

Oke,” jawab Baekhyun dari sebrang sana dengan nada ragu.

“Apa menurutmu etis setelah satu tahun tidak bertemu, tidak memberi kabar, saling menghindar kemudian tiba – tiba kau muncul didepan rumahku? Mengajaku pergi seharian keluar? Kau bilang apa? Teman? Aku tidak bisa Baek, tidak pernah bisa menjadi temanmu dengan apa yang telah kau lakukan padaku hari ini ditambah dengan suratmu. Apa kau tahu? Hatiku mulai terbuka untukmu tapi apa yang kau tulis di akhir? Aku pergi, lelucon macam apa ini. Seharusnya kau tidak usah datang padaku untuk memberi harapan dan mengambil semua harapan itu.”

Jieun berhenti, dia mengusap dahinya pusing kemudian kembali menarik nafas. “Hati – hati disana, kembalilah dengan selamat. Dan datanglah dengan tiket ke-12 jika kau sudah kembali,”

Terdapat jeda diantara pembicaraan mereka setelah Jieun mengakhiri kalimatnya. Kemudian dari sebrang sana terdengar tawa kecil Baekhyun, terdengar juga suara satu hembusan nafas lega, “Baiklah Ji, akan ku lakukan. Jadi tunggu aku! Terimakasih,

Tanpa menunggu lama dengan segera Jieun menutup panggilan, kemudian tersenyum puas kearah Kyungsoo. “Kyung, kau sibuk besok?”

Kyungsoo yang masih tertawa geli melihat pemandangan aneh didepannya hanya bisa menggeleng.

“Kalau begitu antar aku aku bandara besok jam setengah sebelas ya? Sekarang aku pulang, thanks!

“Oh, dasar pasangan aneh!”

.

.

-Epi

“Hati – hati disana, kembalilah dengan selamat. Dan datanglah dengan tiket ke-12 jika kau sudah kembali,”

Baekhyun mengaktifkan mode loudspeaker ketika Jieun mengucapkan itu. Maka Chanyeol yang berada disampingnya juga merasakan keterkejutan itu.

“Ya, tuhan! Ternyata aku masih memiliki kesempatan untuk bersamanya, kali ini tidak akan pernah aku sia – sia kan dengan hal bodoh,” ucap Baekhyun histeris ketika panggilan telah selesai

“Baek!” Chanyeol membuka suara.

“Kau juga terkejut bukan?”

“Tapi? Kau akan pindah tugas di Spanyol, bagaimana kalian bisa membangun kembali hubungan ini? Sekarang aku merasa kasihan pada kalian berdua,”

Baekhyun terdiam.

“ada apa?” tanya Chanyeol heran.

“Chan, aku ingin mengakui dosa,”

“Baek kau menyembunyikan sesuatu? Cepat katakan!”

“Sebenarnya…. Aku ke Spanyol hanya untuk 6 hari, tidak untuk pindah tugas selamanya!”

Kali ini Chanyeol yang terdiam, di tatapnya Baekhyun lekat – lekat sebelum kemudian dia melemparkan handuk yang ada ditangannya tepat pada muka Baekhyun.

“YA TUHAN! Ampuni temanku yang bodoh ini, sampai harus berbohong untuk mendapatkan hati perempuan,”

“Aku mohon rahasiakan ini Chan,”

“Entahlah!” jawab Chanyeol sambil berlalu kemudian membenamkan tubuhnya diatas tempat tidur yang berantakan.

.

.

-Kkeut.

P.s: I can’t write anything else, iam DYING OMG, thank you!

25 thoughts on “11 of 12

  1. OMG! i have no words to say, ini bagus thor, seneng tapi juga nyeseknya nggak ketulungan pas bagian akhir, baekhyun ngomong pergi ke spanyol utk 1 dekade padahal cuma 6 hari wkwkwk… silly boy, dia berbohong tapi akhirnya berhasil jg dapetin dia lagi. it’s a nice story, really authornim, oke! di tunggu story lainnya, fighting!! 🙂

  2. I dont know what to say kak:3
    Percaya maupun engga, ini bikin aku melting melting gaje ditengah jamkos yang melanda kelas(kakak harus tanggung jawab, demi apa ini baekhyun><
    Overall, cerita kakak selalu bikin aku melting sendiri yaampun😍😍😍😍
    Jjang~~~~~ 💞💞

  3. BAEKHYUUUN GILAAAKKK….

    OMG kakaa… ini sumpah baekhyun nya gilaa bangeet… kalo aku jadi jieun jga pasti kezzell bangeet kak… setelah setaun putus, mati matian buat lupain. tapi dengan tidak sopan nya baekhyun balik lagi, dan ngajak jalan. Damn!! ituuu bener bener bikin hati antara mau koprol dan remuk bersamaan tau gak…
    tapi kereeeen kereeen… padahal ke spanyol nya cuma seminggu doang. kamvreett emang baekhyun niih.. ahahahaaa
    ohh iyaa kak ini gak lucu kalo ga pake squel loohh kak.. /ngerayu padahal/
    pokoknyaa squeeeellll kakkk… yayayaa 😀
    keep writing yaa kak… lovelovelove~

  4. Malam kak penghuni baru nih hehe udah hampir 2bulan gk baca ff eh pas ngegugling /alaymunculabaikan/ nemu ff ini seneng banget 15menit kurng lebih menjelang adzan magrib berasa dikasih apaaaa gitu thanks bgt udah ngehibur karyanya daebak jd semangat ngaji hehe thanks kak salam kenal 🙂

  5. Aaa lama tidak berjumpa! Dan akhirnya ketemu lagi dan dengan ff yang bagus ini
    Fluff-nya:3
    Bacanya suka senyum-senyum sendiri
    Dan itu Jieun kalo tau Baekhyun cuma bohong mengenai pindah bakal kaya gimana ya??

    Hehe fighting ya untuk other story-nya. Btw, aku udah sering baca disini tapi blm pernah memperkenalkan diri, sepertinya?
    Nadira, 00line yang udah kelas dua sma XD haha bangapta^^

  6. ka, cerita ini sedikit mirip sama keadaan aku sekarang. 😀 bedanya, baek punya tiket 11-12, kalau dia gak. 😀
    waaaaah, banyak yang pengen aku ceritakan sama kamu, ka. aku lagi galau, dan sudah agak tenang, setelah melepaskan semuanya kepada Tuhan. 😀
    jadi makin gak sabar nunggu kamu di sini, hahaha. atau perlu aku ke sana? bareng teh prila. hahahaha, aku ajakin dia, biar liburan dikit, naik bis malam dari Cibiru. 😀

  7. Kak, mereka berempat muncul lagi. yiiihiii..
    ah, ini cerita favoritku untuk saat ini. makasih idenya sudah di bagi-bagi. hahaha.. keren, kak. keren sekali. uri Baekhyun lucu sekali… ah, jadi baper… T.T

  8. huwaaa…
    aq baru baca ini setelah sekian lamaaa…
    ini memang menyegarkan,,,,,hahahaha
    lama banget ga baca yg unyu2 baek-ji ini…
    love it..
    gomawoyo…

  9. Waaah. Setelah sekian lama hiatus baca ff terus ketemu ff ini tuh rasanya… 😀 😀 😀 gak nyesel comeback hahaha.
    Btw aku pertama kali suka karya2mu tuh dari ALS di iuffiction. Juara banget!
    Ok back to the topic. Baekhyun jailnya udah gawat banget bawa2 spanyol segala… Jadi penasaran gimana kelanjutan setelah Baek balik ke korea sambil bawa tiket ke-12nya. Apakah ada niatan untuk sekuel? Hehe pokoknya ditunggu ya! Semangat untuk terus berkarya! 🙂

  10. dasar baek prgi nya hnya 6 hri bru bilang satu dekade ckckck,,jgn suka bohong baek nnti jdi kebiasaan:-D
    aku suka smua ff nya author, keren deh tpi sejauh ini yg aku baca cuma yg cast nya Baekiu doang hehe #Baekiu shipper nih
    oh ya ff delaive nya bakal di lanjut lgi kn author?? please donk d lanjut ya, penasarn nih^^
    smngat trus nulis nya ya author, fighting!!^^

Leave a reply to ApReeL Kwon Cancel reply